Langsung ke konten utama

Manakah Yang Benar.. Tangan Dulu Ataukah Lutut Ketika Turun Sujud?

“Tangan dulu ataukah lutut saat turun hendak sujud?” Sebuah pertanyaan yang kadang masih menjadi sebuah perdebatan dalam pelaksanaan ibadah shalat adalah manakah yang mesti didahulukan, 

Hal yang pertama mesti kita pahami adalah kedua tata cara tersebut diperbolehkan dalam ibadah shalat. Pembolehan tersebut didasarkan atas kesepakatan para ulama. Namun masih saja para ulama berselisih tentang manakah yang lebih utama dari keduanya.


Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Majmu Al Fatawa:

“Adapun shalat dengan kedua cara tersebut diperbolehkan dengan kesepakatan para ulama, kalau dia mau maka meletakkan kedua lutut sebelum kedua telapak tangan dan kalau mau maka meletakkan kedua telapak tangan sebelum kedua lutut, dan shalatnya sah pada kedua keadaan tersebut dengan kesepakatan para ulama. Hanya saja mereka berselisih pendapat tentang yang afdhal”

Hal yang kedua adalah melihat dari kondisi masing-masing keadaan sehingga tidak bisa dikatakan meletakkan tangan dahulu lebih afdhal ataupun sebaliknya. Ini karena hadist yang terkait hanya menyatakan:

“Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum” (HR Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad Hasan)

Setelahnya ada tambahan hadist berupa,

“Hendaklah dia letakkan tangannya sebelum lututnya”

Namun ada versi lain yang menyatakan,

“Hendaklah dia letakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya”

Melihat hal ini, para ulama berselisih tentang mana yang shahih atas hadist tambahan tersebut.
Pendapat yang tepat atas kesepakatan ulama adalah kedua tambahan hadist tersebut adalah riwayat goncang atau lemah dan tidak satu pun yang shohih. Dengan begitu hadist yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan hanyalah di bagian awalnya saja.

Secara dzahir pelaksanaan hadist tersebut adalah bahwa umat muslim dilarang mengerjakan shalat dengan turun sujud layaknya untuk yang mau menderum. Unta yang menderum memiliki bentuk yang khas. Bentuk tersebut adalah bisa mendahulukan tangan dahulu kemudian lutut ataupun mendahulukan lutut sebelum tangan.

Sehingga pemaknaan dari “Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum” adalah saat hendak sujud, kepala tidak dirundukkan hingga ke lantai seperti unta, sementara posisi punggung masih berada di atas. Inilah bentuk turunnya unta untuk menderum yang dimaksud hadist tersebut agar tidak berdampak negatif bagi orang yang mengerjakan ibadah wajib berupa shalat.

Menurut hemat kami berdasarkan dari beberapa dalil diatas, Pendapat yang paling benar, manakah yang harus didahulukan apakah tangan ataukah lutut dulu, ini tergantung pada kondisi masing-masing orang. Mana yang lebih mudah baginya, itulah yang benar. Ada orang yang badannya berat saat hendak turun, ada orang yang ringan. Intinya, tidak ada hadits shahih yang marfu’ -sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang membicarakan hal tadi.
Wallahu A'lam.


sumber : blog-informasiterhangat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 RUMUS MENJADI KAYA!!! CARA ISLAMI...

Tidak semua orang ingin menjadi kaya raya, namun islam juga tidak melarang kita untuk menjadi kaya karena dengan memiliki kekayaan kita bisa menolong saudara kita yg sedang dalam kesusahan dan saling berbagi dengan kaum duafa serta dengan harta yg kita miliki kita bisa membangun masjid untuk menjadi tempat ibadah yg nyaman, membangun pondok pesantren untuk mendidik anak-anak kita menjadi anak yg sholeh dan sholeh dan masih banyak lagi kebaikan yg bisa kita perbuat dengan kekayaan yg kita miliki. Namun pertanyaannya adalah bagaimana caranya mendapatkan kekayaan yg islami, harta yg halal dan toyibban untuk anak istri kita, menurut admin Rumus Menjadi Kaya Cara Islami adalah dengan cara sebagai berikut  1. Niat kan perkerjaan atau bisnis yg kita jalani sebagai ladang ibadah .. 2. Bayarkan zakat dari penghasilan kita rutin setiap tahunnya atau bila perlu bisa dibayarkan setiap bulan .. 3. Rajin Bersedekah, infak dan sumbangkan kekayaaan yg kita miliki untuk saudara kita yg membutuhkan, kun

Wajib Baca !!! Bagaimana Hukum Mengenakan Mukena Warna Warni???

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz, bagaimana hukumnya shalat berjamaah mengenakan pakaian (bagi laki-laki) atau mukena (bagi wanita) yang bermotif, misalnya batik, garis-garis, kotak-kotak, polkadot, atau bunga-bunga. Entah itu sebagian saja (misalnya di bagian bawah) ataupun kainnya memang full motif. Mengingat saat ini banyak ditemui dalam shalat berjamaah, seperti dalam shalat tarawih atau Ied –terutama di kalangan wanita- yang mengenakan mukena bermotif, demikian juga anak-anak perempuan, baik yang sudah tamyiz maupun balita, mereka juga memakai mukena-mukena seperti itu. Sekiranya hal itu dilarang, apakah hukum menjual mukena seperti itu juga menjadi terlarang Ustadz? Jazaakallahu khairan Dari: Mila Jawaban: Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh Kita bisa memastikan, mukena model seperti ini pasti sangat mengundang perhatian orang. Apalagi jika warnanya cerah, atau warna-warni berkilau. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kit

Wajib Baca!!! Hikmah di Balik Keguguran dan Kem4tian Anak Dalam Islam

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. Al Anfal: 27) Sahabat pernah mengalami kehilangan anak? Baik keguguran maupun anak meninggal dunia sebelum usia baligh? Tak perlu bersedih hati, sesungguhnya Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam pun pernah mengalami kehilangan buah hatinya. Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak, enam hasil pernikahan dengan Khadijah binti Khuwailid. Mereka ialah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Fatimah, Ummu Kultsum. Semua anak lelaki Rasulullah SAW meninggal sewaktu kecil. Bisa dibayangkan betapa luar biasanya Rasulullah menghadapi takdir dari Allah tersebut? Ketika Rasulullah dianugerahi keturunan dari istrinya yang lain, yakni Maria Al Qibthiyah, anak lelaki tersebut diberi nama Ibrahim. Namun usia Ibrahim pun tidak lama, ia wafat pada tahun 10 H saat berusia 17 atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra kecilnya yang menjadi penyejuk hat